![]() |
Bank Sentral Itu Harus Membumi |
Judul Buku : Bank Sentral Itu Harus Membumi
Penulis : Darmin Nasution
Penerbit : Galang Pustaka
Tebal : 272 halaman
Penulis : Darmin Nasution
Penerbit : Galang Pustaka
Tebal : 272 halaman
Pengarang buku yang "berani dan
fenomenal" ini bernama lengkap Dr. Darmin Nasution seorang Gubernur Bank
Indonesia periode 2010-2013. Sebagai Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan pada
tahun 2005-2006, Direktur Jendral Pajak pada tahun 2006-2009 dan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian sejak 12 Agustus 2015, ia memiliki pemikiran yang apik akan
sosok lembaga keuangan yang berada di jantung negara.
Darmin memiliki keinginan untuk
menjadikan bank sentral sebagai sebuah menara air bukan semata dilandasi oleh
keinginan untuk menjadi populis. Namun banyak kebijakan yang dikeluarkan BI
(Bank Indonesia) ibarat "menggantung" di awan, yang artinya kebijakan
itu tidak mampu menjangkau dan menyentuh root-cause
atau akar permasalahan sebenarnya. Sehingga ia ingin mengajak BI dan semua
pemangku kepentingannya untuk melihat realita menggunakan panca indera. Bukan
menjadi menara gading yang indah tapi hanya untuk dipandang.
Banyak tantangan ekonomi yang dihadapi
oleh negara ini, diantaranya defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran
sehingga harus ditutupi dengan impor, sulitnya memperoleh kredit secara luas
dan murah atau memanfaatkan fasilitas keuangan untuk masyarakat miskin, dan
kualitas human capital.
Pantaslah jika Darmin Nasution kerap
mengatakan kepada rekan-rekannya di BI bahwa kebijakan itu lebih bersifat seni
ketimbang sains, maka kita harus mengambil langkah berani yang tidak harus
selaras dengan teori, namun atas dasar keyakinan dan kemampuan dalam melihat
kedepan yang tujuan akhirnya adalah meletakkan kepentingan ekonomi nasional di
atas segalanya.
Pemikiran Pak Darmin yang lain adalah
pentingnya melihat inflasi dalam kerangka waktu dan peran konsistensi
kebijakan, dikarenakan inflasi adalah fenomena sosial yang dipengaruhi oleh
faktor masa lampau, saat ini dan masa yang akan datang.
Hal yang sangat mencengangkan dalam
buku ini adalah pandangan Pak Darmin akan cara menurunkan suku bunga kredit,
yaitu "Bagaimana mungkin masyarakat kecil yang produktif bisa
mengembangkan usahanya kalau belum apa-apa suku bunga bank sudah menghadang?
caranya adalah dengan berkaca pada negara India dan Malaysia untuk
memublikasikan suku bunga dasar kreditnya kepada masyarakat sesuai dengan
format yang ditetapkan BI dengan menerbitkan SE (Surat Edaran) No. 13/5/DPNP
tanggal 8 Februari 2011. Transparansi tersebut dapat memberikan pembelajaran
kepada masyarakat untuk bisa menimbang-nimbang bank mana yang memberikan
manfaat paling besar dan menuntun penurunan suku bunga kredit secara
menyeluruh."
Walaupun bergenre social-science,
buku ini cukup inspiratif. Pertama, buku ini dimaksudkan sebagai penjelasan
kepada masyarakat umum mengenai apa yang terjadi di Bank Indonesia dan
langkah-langkah yang diambil Darmin Nasution ketika menjadi Gubernur Bank
Indonesia.
Kedua, Darmin
tidak malu mengakui bahwa ia melakukan kesalahan. Seperti dalam pembentukan
Otoritas Jasa Keuangan, yang memisahkan antara kebijakan moneter (BI) dengan
pengawasan perbankan (OJK). Darmin menjelaskan bahwa sebelumnya ia tidak paham
dan termasuk orang-orang yang merumuskan pembentukan OJK. Setelah paham, ia
menyadari bahwa ternyata kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan dengan
pengawasan perbankan. Namun, ia berusaha ‘memperbaiki’ kesalahannya dengan
memberikan orang-orang yang capable untuk
OJK, bukan sekadar mengadakan institusi tersebut dengan orang-orang yang
‘seadanya’.
Ketiga, ada
banyak cerita human interest di dalam
buku yang rasanya ‘sangat ekonomi’ ini. Misalnya tentang penyatuan atm BCA
dengan Mandiri. Ceritanya, karena tidak kunjung selesai akhirnya Darmin
memanggil Zulkifli Zainal dan Jahja Setiaatmadja ke kantornya. Janji pada jam
15.00, tetapi karena rapat sebelumnya molor, maka Darmin pun baru datang jam 16.00.
Setelah bertemu dan menyatakan keinginannya agar kedua atm bisa bergabung, kedua
pihak langsung setuju. Ternyata, proses menunggu Darmin selama seminggu itu
malah memberikan waktu bagi kedua bos tersebut untuk merundingkan masalah
penggabungan atm mereka. Nah, akhirnya ‘selesai tanpa disengaja’. Dan itu
diakui oleh Darmin.
Desain cover buku ini terbilang cukup sederhana,
dipadukan dengan warna netral mencerminkan gaya si penulis yang tidak memihak
dalam urusan pekerjaan. Namun sayangnya, pada lampiran foto tidak dibuat
berwarna.
Kekhasan Pak Darmin Nasution dalam
buku ini, yaitu terdapat kalimat pengibaratan, diantaranya:
1. Halaman 21 Bab I, yaitu Mengelola
kebijakan moneter itu seperti perjalanan sufi mencari Tuhan.
2. Halaman 202 Bab VI, yaitu jika
perekonomian diibaratkan seperti satu loyang kue, maka kue yang dipotong-potong
bisa diasosiasikan seperti instansi-instansi pemerintah.
Buku ini memiliki manfaat yang luar biasa bagi mahasiswa ekonomi,
karyawan perbankan, ekonom, dan masyarakat umum. Di bagian akhir, kita akan
disuguhkan cerita humanis lain, seperti ketika Darmin harus memberikan sanksi
kepada bank yang dikelola oleh sahabatnya sendiri. Sanksi itu mengakibatkan
persahabatan mereka retak. Juga ada cerita tentang kesenangan Darmin terhadap
bunga anggrek dan peran istrinya di dalam kehidupan Darmin.
Komentar
Posting Komentar