Langsung ke konten utama

Pengembangan Koperasi Bak Sebuah Tim Sepak Bola (Esai)



Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Selain dikenal sebagai pemilik sumber daya manusia yang banyak dari sisi jumlah, secara sosial budaya Indonesia dikenal dunia sebagai negara yang penduduknya ramah ramah, bertoleransi, saling membantu, dan suka bergotong royong. Fenomena tersebut sudah menjadi modal berharga dalam mengembangkan sebuah model bisnis yang disebut dengan koperasi.Desember 2015, data di Kementerian Koperasi dan UKM, Indonesia memiliki jumlah koperasi terbesar di dunia yaitu 212.135 koperasi. Jumlah total koperasi tersebut terbagi atas 150.223 koperasi aktif dan 61.912 unit koperasi tidak aktif. Koperasi sebanyak itu tersebar di 34 provinsi dengan jumlah keseluruhan anggota mencapai 37,78 juta orang. Namun demikian, jumlah yang besar tersebut tidak cukup membanggakan karena ternyata sumbangan koperasi terhadap PDB Indonesia masih sangat kecil, yakni sekitar 1,7%. Sebagaimana dikutip dari Kompas, Menteri Koperasi dan UKM menyampaikan kontribusi koperasi di Denmark sudah mencapai 6,7% terhadap PDB. Oleh karena itu, beliau mengemukakan akan melaksanakan tiga langkah yaitu rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan. Rehabilitasi terkait dengan membenahi database koperasi, reorientasi berkaitan dengan merubah pola pikir dari mementingkan kualitas kepada kuantitas, sedangkan pengembangan diarahkan agar koperasi bisa membuka diri dan bekerjasama dengan berbagai pihak.

Kondisi perkoperasian Indonesia yang identik dengan stigma kuno, kecil, konvensional dan tidak berkembang sangat berbeda dengan koperasi-koperasi raksasa di dunia yang umumnya tumbuh di negara-negara maju. Dari daftar 300 Koperasi Besar di Dunia yang dirilis oleh International Cooperative Alliance tiap tahunnya, selalu didominasi oleh negara-negara maju seperti negara-negara Amerika Utara, Asia Timur, dan Eropa. Pada daftar tahun 2016, sebanyak 32% di antaranya adalah koperasi yang bergerak di sektor agrobisnis dan industri makanan, 39% di bidang asuransi, 19% di sektor perdagangan retail, dan sisanya di sektor lainnya seperti bank, jasa, industri, dan kesehatan. Menurut Soetrisno dalam Tambunan (2008), model-model keberhasilan koperasi di dunia umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti di Perancis dan Belanda dan produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika khususnya AS dan di beberapa negara di Eropa.
Sejak kelahiran negara ini pada tahun 1945 koperasi diberikan kedudukan yang tinggi. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “Perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”. Mengutip pidato Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia yang mengatakan bahwa perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga. Saat ini, UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menjadi payung hukum koperasi di Indonesia. Kemudahan dalam mendirikan koperasi seharusnya memicu menjadikan koperasi sebagai pilihan pertama khususnya bagi masyarakat ekonomi lemah. Saat ini bahkan pendirian koperasi digratiskan. Dikutip dai radartegalkom, pada tahun ini pemerintah memberikan kebijakan menggratiskan terhadap pembentukan 1.000 koperasi. Setelah memiliki badan hukum koperasi, maka koperasi sah secara hukum dan dapat menjalin kerjasama, mengikuti lelang, dan beraktivitas bisnis lainnya.
Melalui essay ini penulis menyimpulkan beberapa hal yang perlu dibenahi dalam koperasi berdasarkan beberapa praktik koperasi yang sukses maupun literatur pendukung. Faktor-faktor pendukung kesuksesan koperasi dapat diibaratkan sebagai sebuah tim sepak bola, dari lini ke lini harus kompak, utuh, dan dapat diandalkan.
Barisan belakangnya adalah Modal Finansial-Teknis dan Sosial
Perbedaan yang menonjol pada model bisnis koperasi dibandingkan dengan perusahaan perusahaan konvensional (perseorangan maupun perseroan) adalah jika di perusahaan konvensional terdapat pemisahan stakeholder yaitu pemilik, direksi, karyawan dan pelanggan. Dalam model bisnis koperasi, stakeholder melebur menjadi satu menjadi anggota koperasi. Anggota koperasi merupakan pemilik, direksi, karyawan, dan pelanggan pada waktu bersamaan. Kegagalan dalam pengelolaan anggota koperasi dapat berimbas pada tidak berkembangnya koperasi bahkan justru dapat menuju pada jurang kegagalan.
Masalah-masalah di atas seharusnya dapat diminimalkan apabila sejak dari awal seluruh anggota memiliki komitmen bersama saat mendirikan koperasi dan terus dipupuk dalam rangka mengembangkan koperasi. Memang, keunggulan sekaligus tantangan koperasi dalam bersaing dengan bentuk perusahaan lainnya adalah berdirinya koperasi bukan hanya bermotif ekonomi melainkan sosial. Koperasi, dari sisi ekonomi, bukan semata menjadi sarana untuk mengejar keuntungan melainkan kesejahteraan bersama, sedangkan dari sisi sosial, koperasi juga menjadi sarana untuk mewujudkan praktik bisnis yang mengutamakan nilai-nilai sosial yang tertuang dalam prinsip-prinsip koperasi sehingga menciptakan lingkungan sosial yang berkeadilan.
Menurut UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, disebutkan bahwa Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Frase “kesejahteraan anggota” yang disebutkan dalam Pasal 3 itu sangat erat kaitannya dengan motif ekonomi. Ditilik dari kacamata ilmu ekonomi, tiap manusia selalu berusaha memaksimalkan utilitasnya. Jadi, dalam pendirian koperasi maupun perekrutan anggota yang diharuskan secara sukarela, mau tak mau koperasi harus dapat menjanjikan pemberian insentif ekonomi kepada para anggotanya.
Lalu, apakah motif di atas mereduksi motif lainnya yakni motif sosial? Saya rasa tidak. Keduanya dapat berjalan beriringan, tetapi harus menjadi komitmen sejak awal pendirian. Apabila salah satu motif sudah dapat mendorong berdirinya koperasi, dalam pengembangannya biasanya akan tertatih-tatih. Dalam UU 25/1992, motif sosial ini tertuang pada fungsi dan peran koperasi, yaitu:
1.      membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,
2.      berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat,
3.      memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perkonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya. 
Dalam mencapai tujuan ekonomi dan sosial di atas, para pendiri koperasi hendaknya lebih dulu memastikan bahwa memiliki kedua modal terlebih dahulu, modal finansial-teknis dan modal sosial agar lebih ringan dalam melangkah. Modal finansial-teknis bermacam macam tergantung jenis usaha koperasinya, seperti keahlian individu-individu dalam menghasilkan produk yang seragam serta modal finansial. Sedangkan modal sosial dapat berupa adanya jaringan, kebersamaan, loyalitas, kepercayaan, dsb. (Lihat Tabel 1). Diibaratkan seperti pemain bola, kedua modal itu merupakan barisan belakang (termasuk penjaga gawang). Apabila tidak dimiliki, maka koperasi akan sangat rapuh.
Lini tengahnya adalah Good Corporate Governance (GCG)
Globalisasi di segala lini termasuk perdagangan barang dan jasa perlu mendapat perhatian dari segenap insan perkoperasian. Di tengah era globalisasi dimana persaingan ekonomi bukan hanya antara sesama warga tetapi juga dengan warga negara lain, koperasi dituntut untuk melakukan perubahan strategi agar mampu bersaing. Ketika beroperasi di era globalisasi, koperasi harus dapat ‘memainkan bola’ dengan baik. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menerapkan sebuah tata kelola koperasi yang baik. Lee Egerstorm (dalam Ahsan & Nurmayanti, 2016) mengemukakan lima komponen hambatan internal koperasi dipandang dari Teori Keagenan, yaitu:
1.      Masalah free rider, dimana anggota tidak berpartisipasi dalam pembiayaan koperasi karena minimnya insentif yang diperoleh
2.      Masalah horisontal, dimana sebagian besar anggota mementingkan keuntungan jangka pendek
3.      Masalah portofolio, dimana koperasi hanya mementingkan kebutuhan yang sangat spesifik dari anggota, sehingga cenderung tidak melakukan diversifikasi
4.      Masalah pengawasan, dimana para anggota tidak dapat melakukan pengawasan yang cukup atas kebijakan para manajer disebabkan kepemilikan terdistribusi ke seluruh anggota
5.      Masalah pengambilan keputusan, dimana ada beberapa pihak yang memiliki pengaruh besar dalam koperasi yang menyebabkan mereka berupaya menyetir kebijakan koperasi.
Kelima masalah di atas seluruhnya berkaitan dengan proses bisnis koperasi. Dalam praktik tata kelola perusahaan secara umum telah dikenal istilah Good Corporate Governance (GCG). Menurut Worldbank, GCG adalah aturan atau standar organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajemen serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor. GCG ditujukan untuk check and balance, mencegah penyalahgunaan, mendorong pertumbuhan perusahaan. Fajri (dalam Tambunan, 2008) menegaskan bahwa koperasi di Indonesia perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan.
Prinsip GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi dengan tidak meninggalkan jati diri koperasi. Beberapa langkah yang dapat diterapkan pada koperasi menurut Fajri (dalam Tambunan, 2008) adalah: Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Kedua, perbaikan secara menyeluruh. Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue printkoperasi ini yang diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi internal koperasi. Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. Pada intinya, koperasi diharapkan dapat menerapkan praktik GCG yang memiliki prinsip: akuntabilitas, pertanggungjawaban, keterbukaan, kewajaran, dan kemandirian.
Koperasi memiliki sebuah sarana dalam menerapkan beberapa prinsip GCG, yakni Rapat Anggota Tahunan (RAT). Melalui RAT, pengurus harus mempertanggungjawabkan kinerjanya. Melalui RAT pula seluruh anggota memiliki hak menilai kinerja pengurus juga menentukan apakah pengurus layak bertahan di posisinya kembali atau diganti. Oleh karena kinerja harus diukur dengan cermat, sudah menjadi keharusan agar setiap transaksi, keputusan, kebijakan, dan hal-hal penting terkait koperasi haruslah terdokumentasikan dengan baik. Dengan demikian, setiap kejanggalan yang ditemui terkait hal-hal tersebut dapat diketahui seluruh anggota untuk dicarikan solusi bersama. Bahkan, akan lebih baik apabila hal ini dapat dilakukan sepanjang tahun sehingga tidak perlu menunggu RAT diselenggarakan. Selain itu, untuk menghindari abuse of powerseharusnya disusun aturan dan SOP (standard operating procedure) dalam setiap keputusan dan fungsi pengawasan selalu dilibatkan dalam prosesnya.
Apabila koperasi menerapkan GCG yang baik, maka koperasi akan mudah berkembang. Pola komunikasi akan berjalan dengan lancar dua arah antara pengurus dan anggota yang menimbulkan modal kepercayaan. Trust capital menjadi sangat penting dalam koperasi karena koperasi merupakan kumpulan orang bukan kumpulan modal, maka penggerak utamanya adalah anggota-anggota koperasi yang saling bekerjasama. Mustahil antara satu orang dengan yang lain mau bekerjasama apabila kepercayaan sudah tidak ada di antara mereka. Apabila modal internal, yaitu ekonomi dan sosial adalah defender-nya, maka GCG ini merupakan midfielder-nya yang akan dapat mengalirkan modal-modal koperasi dalam menuju tujuannya. GCG memberikan semacam ruh dari koperasi yang akan menentukan hidup tidaknya sebuah ‘permainan’ yang ditunjukkan koperasi.
Penyerangnya adalah Pemimpin yang Berjiwa Wirausaha
Dalam konteks persaingan pasar, terdapat perebutan konsumen. Koperasi yang sudah berjalan baik dengan menerapkan GCG harus mampu melihat celah atau kesempatan dalam merebut pasar. Disinilah peran pemimpin atau jajaran pengurus koperasi yang mampu mengatasi hambatan-hambatan yang muncul di pasar dan memanfaatkan peluang yang ada. Lee Egerstorm (dalam Ahsan & Nurmayanti, 2016) menjelaskan beberapa hambatan eksternal koperasi, yaitu: sumber daya, lingkungan politik, budaya, dan lima kekuatan pasar (kompetisi industri, kekuatan pasar dari supplier, kekuatan pasar pembeli, potensi munculnya kompetitor, dan potensi hadirnya barang-barang substitusi).
Pasar adalah insitusi sosial yang sangat dinamis karena merupakan output dari ekspresi beragam manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan, sedangkan keduanya sering berubah dari waktu ke waktu. Dinamika pasar yang terjadi perlu direspon dengan baik oleh ujung tombak koperasi yaitu pengurus atau khususnya pemimpin koperasi. Maka dalam hal ini, pemimpin koperasi harus berjiwa wirausaha yang memiliki keberanian dalam mengambil keputusan, bijak dalam menerapkan strategi, cerdas dalam memperhitungkan resiko, kreatif dan inovatif. Meskipun demikian, ia bertindak dengan kejujuran dan ketulusan untuk mengangkat koperasi dalam rangka menyejahterakan anggotanya.
Pemimpin yang berjiwa wirausaha bisa saja telah menjadi bagian awal dari pendirian koperasi. Namun tak menutup kemungkinan, koperasi yang sudah ada mencari seseorang yang memiliki mental wirausaha untuk diajak bergabung asalkan secara sukarela dan tidak mempunyai kepentingan individu lainnya. Yang paling penting, dia harus memiliki bukan saja pengetahuan lebih tentang bidang usaha koperasi saat ini tetapi juga pengetahuan tentang kondisi pasar dan dinamika di dalamnya. Pemimpin yang berjiwa wirausaha merupakan striker yang mampu melihat peluang untuk meraih kesuksesan koperasi.
Coach-nya adalah Pemerintah
Pesatnya pertumbuhan koperasi di Indonesia tak lepas dari campur tangan pemerintah dari sejak era Soekarno. Upaya-upaya untuk mendorong perkoperasian telah dilakukan dengan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian. Namun, beberapa akademisi dan pengamat justru menilai bahwa keterlibatan pemerintah secara politik terhadap koperasi juga menjadi salah satu faktor terpuruknya koperasi saat ini. Bukan tanpa alasan, selain menyebabkan rendahnya daya saing, pendirian koperasi yang terlalu mudah memunculkan banyaknya koperasi yang hanya bermotif ekonomi yaitu mendapatkan bantuan dari pemerintah, lalu kemudian vakum atau bubar setelah mendapat yang diinginkan.
Tak dipungkiri, salah satu perbedaan penting antara koperasi di negara maju dan berkembang adalah bahwa di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Berbeda halnya dengan di negara berkembang seperti Indonesia, koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam kata lain, bobot politik atau intervensi pemerintah di dalam perkembangan koperasi terlalu kuat.
Baswir dalam Maskur (2016) menjelaskan peran pemerintah dalam mengembangkan dan mendorong koperasi dapat ditempuh dalam tiga bentuk, yaitu penguatan kelembagaan, pengembangan SDM, dan penguatan finansial. Saya berpendapat bahwa penguatan kelembagaan dan finansial selama ini sudah dilakukan oleh pemerintah dari masa ke masa. Namun pengembangan dari sisi SDM koperasi terutama pembinaan kewirausahaan masih perlu ditingkatkan. Pihak pemerintah di sini berperan sebagai sosok pelatih, ia tidak berada dalam tim tetapi berperan penting dalam memberikan pelatihan, motivasi, bahkan bila perlu meneriak-teriaki tim yang ia latih agar mencapai kesuksesan.
Tambahan: Praktik Koperasi Sukses
Pada tabel di bawah ini dijabarkan modal dan strategi koperasi berdasarkan jenis usaha koperasinya. Sebagaimana yang kita ketahui, menurut jenis usahanya koperasi dapat digolongkan menjadi koperasi simpan pinjam (KSP), produsen, konsumen, pemasaran, dan jasa. Poin-poin yang dijabarkan pada umumnya hanyalah rangkuman dari praktik-praktik yang sudah dijalankan oleh koperasi-koperasi berprestasi di Indonesia. Agar lengkap, di bagian kanan disajikan contoh koperasi yang sudah sukses di bidangnya. Sebagai bentuk perusahaan yang ‘berbeda’, kesuksesan koperasi seharusnya tak semata diukur dari aset, perputaran modal, maupun jumlah anggotanya tetapi dampaknya pada ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
JENIS USAHA
PRAKTIK KOPERASI SUKSES DI INDONESIA
A. KOPERASI SIMPAN PINJAM
Modal Finansial-Teknis
–     Terdapat warga yang kelebihan dana dan di sisi lain ada yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya
–     Banyak anggota yang sudah memiliki keahlian usaha atau sudah berusaha dan ingin mengembangkan usahanya, hal ini akan mengarahkan bentuk pinjaman produktif bukan konsumtif
Modal Sosial
–     Semangat saling membantu yang tinggi antara anggota atau kelompok anggota dan masyarakat
–     Semangat berwirausaha yang tinggi
–     Kepercayaan yang tinggi satu sama lain
Strategi Pengembangan
–     Koperasi harus dikelola dengan profesional
–     Melakukan praktik pinjaman dengan prinsip kehati-hatian
–     Mengutamakan pinjaman produktif
–     Menerapkan pengawasan yang baik
–     Menerapkan suku bunga yang bersaing
–     Menjaga kepercayaan dan hubungan dengan anggota
–     Memberikan motivasi pengembangan usaha pada anggota yang melakukan pinjaman produktif
–     Melakukan diversifikasi produk simpanan dan pinjaman
–     Menerapkan teknologi informasi dan proses bisnis yang modern
–     Membuka diri dan bekerjasama dengan pihak-pihak lainnya
–     Kospin Jasa Pekalongan,
Koperasi ini didirikan oleh tiga etnis yaitu Indonesia pribumi, Arab, dan Tionghoa dengan modal awal Rp 4 Juta. Tanpa bantuan pemerintah dan pinjaman perbankan, Kospin Jasa mampu menjadi KSP terbesar di Indonesia dengan aset mencapai Rp 7 Triliun, memiliki 133 unit cabang, dan menjadi satu-satunya koperasi yang diijinkan menjadi penyalur program KUR (Kredit Usaha Rakyat). Kospin Jasa memiliki produk simpanan dan pinjaman yang sangat beragam dengan dukungan IT yang canggih.

–     KP Sejahtera Bersama di Bogor,
Koperasi yang menerapkan asas bagi hasil ini saat ini memiliki aset Rp 1,1 trilyun. Besar dengan unit simpan pinjamnya, koperasi merambah ke perdagangan retail (SB Mart) yang telah memiliki 153 gerai dan memiliki 2 anak perusahaan di bidang energi dan properti

–     KSP BMT Mitra Mandiri Tangerang,
Meski tidak sebesar dua koperasi di atas, koperasi ini fokus pada upaya membantu mereka yang kekurangan modal usaha. Dari 20 anggota kini bertambah menjadi 220 anggota yang tersebar di 6 kecamatan di Kab. Tangerang.
–     Koperasi Sejahtera, Klender Jaktim,
Koperasi ini fokus pada usaha membantu masyarakat yang memiliki usaha-usaha kecil rumahan. Saat ini telah memiliki 100 anggota. Pertemuan dilakukan seminggu sekali, sehingga angsuran pinjaman tidak memberatkan nasabah dengan disertai adanya pemberian motivasi. Karena ada misi sosialnya, koperasi ini  mampu mengundang relawan.
B. KOPERASI PRODUSEN
Modal Finansial-Teknis
–     Tiap anggota atau sebagian besar memiliki modal berupa faktor produksi
–     Memiliki keahlian dan pengetahuan penuh atas produk, dari mulai proses, rantai produksi, dan sasaran produk
–     Dengan kedua modal di atas, seharusnya koperasi mampu menetapkan harga, menetapkan standar kualitas, struktur pasar, dan menekan biaya produksi

Modal Sosial
–     Kesamaan jenis dan lokasi usaha
–     Loyalitas dan komitmen bersama untuk menyalurkan hasil produksi hanya ke koperasi
–     Mengetahui atau memiliki jaringan pemasaran

Strategi Pengembangan
–     Fokus pada usaha efisiensi biaya produksi
–     Memberikan imbal jasa yang wajar kepada para anggotanya dan bonus apabila mencapai kualitas tertentu
–     Memberikan keuntungan-keuntungan khusus bagi para anggota
–     Menggunakan teknologi-teknologi terbaru
–     Meningkatkan kualitas produk melalui capacity building dan mengikuti workshop
–     Menjalin kerjasama saling menguntungkan dengan industri yang membutuhkan produk, pemerintah daerah, instansi-instansi, dsb.
–     Melakukan diversifikasi produk
–     Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan,
KPBS Pangalengan merupakan distributor susu ke perusahaan besar seperti Ultra Jaya dan Frisian Flag Indonesia. Anggota wajib memiliki sapi sendiri dan menyetorkan perahan susu sapi ke koperasi dengan skema bagi hasil, timbal baliknya anggota akan mendapatkan kebutuhan pokok, layanan kesehatan hewan, dan kebutuhan pakan sapi dari koperasi. Diversifikasi produk olahan susu antara lain mentega, yogurt, susu pasteurisasi, keju, dan whipping cream

–     Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU),
Koperasi yang merupakan pemasok utama dari Frisian Flag Indonesia ini, pada tahun 2006 mendapatkan Indonesia Cooperatives Award dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan dari Majalah SWA. Jasa yang diberikan kepada peternak seperti pinjaman tanpa bunga, kebutuhan rumah tangga dan kandang, menyediakan layanan kesehatan bagi anggota dan hewan ternaknya, dan menyediakan pakan ternak
C. KOPERASI KONSUMEN
Modal Finansial-Teknis
–     Kesamaan kebutuhan akan barang-barang yang dikonsumsi
–     Selalu mengkonsumsi dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu setiap hari/bulan.

Modal Sosial
–     Kekompakan dan loyalitas terhadap koperasi dalam arti hanya membeli barang-barang kebutuhannya di koperasi
–     Mengetahui atau memiliki jaringan penyuplai barang

Strategi Pengembangan
–     Memperbanyak barang bukan hanya yang dibutuhkan anggota tetapi juga dibutuhkan masyarakat luas
–     Berkonsep modern dan mengedepankan kenyamanan berbelanja
–     Menggunakan teknologi informasi
–     Memberikan diskon tertentu pada anggota
Koperasi konsumen berprestasi di Indonesia pada umumnya merupakan Koperasi Serba Usaha yang rintisan pertamanya adalah unit simpan pinjam. Contohnya adalah:

–     Koperasi Warga Semen Gresik,
Koperasi ini menjadi satu-satunya wakil Indonesia di daftar 300 koperasi terbaik di dunia pada tahun 2013. Saat itu perputaran per tahunnya mencapai 50.765.00 milyar USD. Meskipun memiliki unit simpan pinjam dan konsumsi, KWSG sangat besar dari sisi produksinya yaitu melalui usaha Restoran (The Legend Resto), perdagangan umum industri, dan penjualan bahan-bahan bangunan.

–     Koperasi Pasar Srinadi Klungkung Bali
Sampai saat ini, Koppas Srinadi mengelola sembilan unit usaha. Empat diantaranya merupakan unit konsumen yaitu grosir, swalayan mini, swalayan INTI, dan swalayan bangunan. Sementara lima lainnya adalah simpan pinjam, percetakan, wisata tirta, usaha bengkel dan radio. Kopas Srinadi di tahun 2016 menyabet penghargaan empat prestasi berturut-turut yakni koperasi berprestasi tingkat kabupaten, koperasi berprestasi tingkat provinsi, koperasi berprestasi tingkat Nasional dan Koperasi Award tahun 2016. Koppas Srinadi kini telah memiliki anggota hingga 12.214 orang (90% adalah para pedagang) dengan jumlah modal 16,7 miliar, aset hingga 187,3 miliar dan jumlah SHU Rp 2,9 miliar
D. KOPERASI JASA
Modal Finansial-Teknis
–     Keahlian, minat, dan pengetahuan dalam bentuk jasa, seperti jasa percetakan, penyiaran, travel, jasa kesehatan, dsb
–     Jasa tersebut dibutuhkan oleh anggota ataupun masyarakat luas
–     Modal finansial untuk memiliki aset pendukung layanan jasa kepada anggota/masyarakat

Modal Sosial
–     Kekompakan dan loyalitas terhadap koperasi dalam arti hanya memenuhi kebutuhan jasanya di koperasi
–     Memiliki hubungan erat dengan perusahaan jasa yang sudah mapan

Strategi Pengembangan
–     Menggunakan teknologi informasi
–     Memberikan diskon tertentu pada anggota
–     Melakukan diversifikasi jasa sesuai kebutuhan masyarakat
–     Menambah aset dengan cara menanamkan kembali profit ke koperasi
–     Koperasi Pegawai Pelindo III (Kopelindo 3)
Kinerja Koperasi Pegawai PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Kopelindo3 pada tahun 2015 membanggakan. Atas kerja kerasnya, koperasi yang beranggotakan 2.116 orang tersebut akhirya membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) tahun buku 2015 hingga sebesar Rp 7,5 miliar yang disepakati dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun 2015. Kopelindo 3 memiliki beberapa bidang usaha jasa, di antaranya jasa pemborongan (pekerjaan cleaning service, kebersihan, usaha photocopy,sewa kendaraan), dan travel. Kopelindo 3 bahkan telah memiliki anak usaha yaitu PT Aperindo Prima Mandiri untuk mengantisipasi pertumbuhan bisnis khususnya dalam bidang pengamanan, event organizerdan travel termasuk untuk ibadah keagamaan serta jasa pemborongan (general trading). Toto Heli Yanto sebagai Direktur SDM dan Umum PT Pelindo III dan sekaligus Pembina Koperasi Pegawai Pelindo (Kopelindo) III. Toto menerima penghargaan sebagai Pembina Koperasi Terbaik di Indonesia Tahun 2015.
E. KOPERASI PEMASARAN
Modal Finansial-Teknis
–     Anggota pada umumnya adalah penghasil produk yang sejenis atau seragam
–     Mengetahui sasaran pemasaran produk

Modal Sosial
–     Adanya kepercayaan dari para anggota dalam memasarkan produk-produk mereka
–     Semangat bersama untuk memperpendek pemasaran ke konsumen dan menghindari tengkulak

Strategi Pengembangan
–     Selalu memperhatikan kebutuhan pasar
–     Berkonsep modern dan mengedepankan kenyamanan berbelanja
–     Menggunakan teknologi informasi
–     Menyediakan forum konsultasi dan sharingilmu dan pengalaman antar anggota
–     Menerapkan diversifikasi produk
–     Koperasi Ikan Hias Candrabhaga, Bekasi
Merupakan koperasi yang menaungi para peternak ikan hias yang berdiri tahun 2010 dan merupakan satu-satunya koperasi ikan hias di Indonesia. Beberapa hal yang ditawarkan kepada para anggotanya selain pemasaran adalah sharing ilmu dan pengalaman. Keberadaan koperasi ini diharapkan mempermudah pemasaran ikan hias bagi anggota, meningkatkan produktifitas usaha setiap anggota peternakan ikan hias, memberikan kemudahan dalam penyediaan sarana dan prasarana peternaqkan ikan hias, dan meningkatkan komunikasi antarapeternak ikan hias. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mendirikan Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI) dan koperasi ini selalu dilibatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah Ahsan, E. N. (2016). Cooperatives in Indonesia : Recent Conditions and Challenges.
Maskur, A. (2015). Local Government Action for Developing Primary Cooperatives in Indonesia. Procedia, 499-506.
Masngudi. (1990). Penelitian tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Koperasi Departemen Koperasi Jakarta.
Tambunan, T. (2008). Prospek Perkembangan Koperasi di Indonesia Ke Depan: Masih Relevankah Koperasi di Era Modernisasi Ekonomi? Jakarta: Pusat Studi Industri dan UKM Universitas Trisakti.
World Cooperative Monitor. (2017). Exploring The Cooperative Ekonomi, Book Report 2016. International Co-operative Alliance.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ukhuwah Fillah Abadan Abada Fil Jannah

Assalamualaikum.... My dearest friends, A I K O Entahlah bagaimana asal-usul terbentuk Aiko, yang jelas jika ingatanku tidak salah, Aiko corporation berdiri ketika matkul PTE Makro kali ya.. atau entahlah, cmiiw Ada yang masih belum tau arti Aiko? Wah parah..left group aja lu..wkwkwk Jadi,  Aiko  ini kata yang berasal dari bahasa Jepang,  あいこ(A - i - ko) ,  yang berarti tercinta ,  yang dicintai, tersayang.  Dalam huruf Kanji atau Chinese character, yaitu  愛 子 .  愛  berarti "cinta" dan  子  berarti "anak". Jika dalam huruf Hiragana, masing-masing dari suku kata A - i - ko memiliki makna juga gaes....  * あ(A)  berarti "Love" * い  (i )   berarti "Light" * こ  (ko)  berarti "Complete"  Wuhuuu jadi gaes, dengan kata lain,  we are the girl who complete Love and Light in this world.. haha Ukhuwah Fillah Till Jannah ya girls Semoga persaudaraan kita samp...

First Impressions : Descendants of The Sun

It’s finally here; the long-awaited and much-hyped drama  “Descendants of the Sun”  is off and running! SO MANY FEELINGS, SOMEBODY HOLD ME (preferably  Song Joong Ki ): I won’t lie. The biggest reason I started paying attention to “ Descendants of the Sun ” was because I heard that  Onew  was in it. What can I say? I’m all about anything with  SHINee . JUST LOOK AT HIS ADORABLE DUBU FACE: But after watching the  intense main trailer  and reading up on the buzz around Song Joong Ki ’s first post-military project, I was intrigued. Soldiers and doctors in a fictional disaster-torn country? A melodrama about finding love and humanity in the chaos of war? All signs pointed to this drama being pretty incredible, so I was anxious to see if it would live up to the hype. I think it’s still too early in the game to make a definitive call on this drama, but I’m enjoying it so far and I definitely plan to keep watching.  ...

Book Review : Seribu Musim Mengejar Bintang

Judul : 1000 Musim Mengejar Bintang Penulis : Charon Genre : Novel Romance Jumlah Halaman : 360 Halaman Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 2011 Cetakan Kedua, 2013 Gadis desa bernama Laura bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Niko di sekolahnya. Niko adalah seorang laki-laki populer, terkenal ramah dan kepintarannya. Laura jatuh cinta pada pandangan pertama, dan demi cintanya kepada Niko, Laura berusaha keras untuk dapat masuk satu kelas jurusan IPA dengan Niko. 1,5 tahun tidak terbuang sia-sia ketika dia mendapati bahwa akhirnya ia dapat satu kelas dengan Niko dan berteman dengannya. Akan tetapi, Erika—kekasih Niko waktu itu sangat mencemburui kedekatan antara Laura dan Niko. Sehingga, terjadilah sebuah kesalahpahaman yang membuat Niko membenci Laura dan mengatakan bahwa dia tidak ingin berteman lagi dengan Laura. Hati Laura merasakan sakit yang teramat sangat, meskipun sulit ia tetap berusaha mewujudkan sebuah mimpi seseorang...