Langsung ke konten utama

Pembatasan Subsidi BBM: Hilangnya Kedaulatan Energi Nasional (Essay was written by Rina and Gus Adib)

Hasil gambar untuk pembatasan subsidi bbm
Pembatasan Subsidi BBM via www.nasional.kontal.co.id

Awal tahun 2012 ini, pemerintah merencanakan berbagai kebijakan di beberapa bidang. Salah satu yang paling sensitif  adalah pembatasan BBM subsidi. Walaupun terjadi penundaan secara bersyarat,  kebijakan pemerintah ini tetap saja mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat. Karena tentu saja kebijakan ini berdampak terhadap hajat hidup orang banyak. Kementerian Sumber Daya Energi sudah menetapkan skema pembatasan subsidi yang dibagi menjadi tiga, yaitu pembatasan bagi mobil roda empat (mobil pribadi), kendaraan umum termasuk UMKM dan kendaraan roda dua serta roda tiga secara bertahap. 
Sementara dari pengkajian yang dilakukan oleh Tim Pengawas Pembatasan Subsisi BBM opsi yang ditawarkan berbeda. Tim pengawas yang diketuai oleh Anggito Abimayu, memberikan opsi; 1) menaikkan harga premium Rp.500 per liter namun untuk angkutan umum diberikan semacam cash back atau jaminan kembalian, sehingga tarifnya tidak naik. 2) perpindahan penggunaan BBM bagi kendaraan pribadi dari Premium kepada Pertamax. 3) pemerintah dapat melakukan penjatahan konsumsi premium dengan sistem kendali penjatahan yang berlaku tidak hanya untuk kendaraan umum tapi juga kendaraan pribadi (Antaranews.com,7/3/2011).
Adapun alasan yang diusung pemerintah dalam pembatasan BBM subsidi diantaranya adalah harga minyak dunia yang semakin tinggi; dengan disubsidinya BBM selama ini menyebabkan APBN terbebani; subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, yakni lebih banyak dinikmati oleh orang kaya;  dan harga BBM yang murah menyebabkan rakyat Indonesia berperilaku boros dalam penggunaannya. Jika melihat alasan kebijakan yang diambil pemerintah, ada beberapa hal yang kita kritisi dan telaah. Pertama, pembatasan subsidi BBM karena harga minyak dunia yang semakin meningkat, memang benar kenaikan harga minyak dunia berimplikasi terhadap pemasukan dan pengeluaran negara. Namun perlu digarisbawahi bahwa seharusnya Indonesia sebagai salah satu negara  penghasil minyak terbesar di dunia memiliki cadangan minyak yang besar, dan seharusnya mampu mengendalikan harga minyak untuk digunakan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat. Lonjakan harga minyak tersebut seharusnya memberi manfaat berupa meningkatnya pendapatan bagi negara. Padahal jika terjadi kenaikan harga minyak dunia rata-rata 10%, maka akan meningkatkan pendapatan negara dari minyak dan gas sebesar Rp 3,5 trilyun.
Kedua, Subsidi BBM sebanyak Rp.133,8 trilyun oleh pemerintah dinyatakan membebani APBN. Subsidi BBM harus dipangkas agar APBN tidak terlalu terbebani. Dalam APBN 2011 subsidi yang telah dianggarkan oleh pemerintah berkisar pada angka Rp.133,8 trilyun. Angka subsidi tersebut telah lebih kecil dari anggaran 2010 yaitu sebesar Rp.143,5 trilyun. Namun besaran angka subsidi di sektor energi itu dibandingkan dengan pos-pos lain ternyata lebih kecil.
Tabel Perbandingan Pengeluaran Utang dengan Subsidi pada APBN dari 2005-2011
Tahun
Subsidi Energi (trilyun)
Cicilan Utang (trilyun)
Selisih (%)
2005
104,5
126,8
21,4
2006
94,4
156,6
65,5
2007
116,9
180,5
54,5
2008
223,0
192,3
-13,8
2009
94,6
210,4
122,4
2010
143,5
230,3
60,5
2011
133,8
240,1
79,4
Sumber : Kementerian Keuangan
Anggaran  untuk subsidi BBM selalu dianggap alasan sebagai beban APBN. Padahal seharusnya negara memang menjalankan tugasnya sebagai pelaksana amanat rakyat. Justru selama ini yang menjadi beban APBN adalah utang negara. Hampir tiap tahun APBN kita di bebani oleh bunga dan utang luar negeri rata-rata diatas 25%. Pemerintah beranggapan bahwa pembatasan subsidi BBM dalam APBN juga berarti merupakan penghematan keuangan negara. Ada sebesar Rp.3,8 trilyun yang akan dihemat dari pembatasan subsidi BBM tersebut. Kebalikan dari maksud tersebut berarti pemberian subsidi dianggap sebagai pemborosan keuangan negara. Hal ini kontra-produktif dengan peran negara sebagai pemelihara kebutuhan rakyat, sementara kita tahu BBM sangat erat dengan kebutuhan rakyat.
Ketiga, target subsidi BBM yang kurang tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati oleh rakyat kelas menengah dan atas. Menurut pemerintah, penikmat BBM selama ini seperti pengendara roda empat sebenarnya mampu untuk membeli BBM yang tidak bersubsidi. Jika dicermati, kendaraan roda empat terbagi dalam beberapa jenis. Mobil khusus, mobil angkutan/beban dan mobil penumpang. Mobil angkutan barang dan mobil penumpang banyak digunakan untuk keperluan ekonomi dan kegiatan lain yang terpaut dengan kebutuhan rakyat kecil.
Permasalahannya adalah ketika kepada pengguna mobil ini ditimpakan pembatasan BBM bersubsidi, akan muncul efek domino yang ditandai dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan rakyat.
Detail di lapangan memperlihatkan bahwa 95% sektor minyak dan gas bumi (migas) Indonesia dikuasai korporasi (perusahaan) asing. Di hulu 84% cadangan migas dalam negeri dikuasai asing,  Chevron menjadi salah satu penguasa terbesar migas di Indonesia yang mengambil porsi 44%, berikutnya Total E&P (10%), Conoco Phillips (8%), Medco Energy (6%), China National Offshore Oil Corporation (5 %),  China National Petroleum Corporations (2 %), British Petroleum, Vico Indonesia, dan Kodeco Energy masing-masingnya 1%. Sedangkan Pertamina yang notabene asli Indonesia hanya mendapatkan porsi 16 % (Dirjen Migas, 2005).
Kalau kita telaah pembatasan BBM bersubsidi (premium) akan menguntungkan SPBU milik asing. Pembatasan BBM bersubsisi (premium) terutama pada pengguna kendaraan roda empat membuat mereka harus membeli BBM jenis pertamax yang non subsidi. Sementara di lapangan, pertamax tidak saja tersedia di SPBU Pertamina, namun juga di SPBU asing.
Di samping itu, pembatasan BBM bersubsidi yang ditandai dengan penyesuaian harga pasar juga semakin menebalkan kebijakan liberal pemerintah, dalam hal ini sektor migas. Pengurangan subsidi dan penyesuaian (penyerahan) harga BBM atas harga pasar merupakan bukti shahih betapa pemerintah sekarang berjalan di atas kebijakan liberal. Pembatasan BBM bersubsidi pun tidak lain adalah kenaikan harga BBM, karena penyesuaian harga pasar identik dengan kenaikan harga. Dengan demikian, tampak bahwa sektor migas hanya sebagai komoditas komersial,bukan komoditas strategis, yang harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat. Ketika migas menjadi komoditas komersial, pemerintah terkesan lepas tangan karena harga BBM dalam negeri ditentukan mekanisme pasar.
Liberalisasi migas ini dapat dilihat pada UU No.22/2001 tentang migas yang mengatur sektor hulu dan hilir. Melalui kebijakan itulah pemerintah melegalkan perusahaan-perusahaan multinasional ikut masuk dalam sektor hulu (eksplorasi) dan hilir migas (eceran). Melalui kebijakan liberal ini Indonesia menjadi tidak berdaulat atas sumber energi yang ada di wilayahnya sendiri. Sebabnya Indonesia saat ini berada dalam posisi subordinat dari kepentingan kapitalisme global. Kekuatan kapitalisme global telah membuat negara lalai dalam mengedepankan ketahanan nasional dan memilih untuk mengedepankan kepentingan asing. Padahal sektor migas memiliki peran yang strategis bagi sebuah negara. Sektor migas dapat membuat sebuah negara menjadi maju dengan industrinya. Di sini lah diperlukan kebijakan politik industri migas yang tidak dimiliki oleh negara kita.
Pengurangan subsidi oleh pemerintah dan penyesuaian harga pada mekanisme pasar terjadi karena negara menggunakan presfektif kapitalisme dalam pengelolaannya. Pembatasan BBM bersubsidi yang ditandai dengan pengkondisian rakyat untuk membeli BBM non subsidi menimbulkan efek domino pada naiknya harga-harga barang kebutuhan rakyat. Dampak tersebut mengakibatkan penurunan daya beli rakyat dan mengarah pada meningkatnya angka kemiskinan serta problem lainnya seperti kriminalitas, pengangguran, putus sekolah dan sebagainya. Selain itu kebijakan liberalisasi migas ini hanya untuk semakin membuka jalan selebar-lebarnya bagi kepentingan asing
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa sumber daya energi dalam bentuk minyak bumi dan gas mengandung hajat hidup orang banyak. Sifatnya yang demikian membuatnya begitu vital dalam kehidupan baik di dalam negeri dan luar negeri. Berdasarkan hal itu maka dalam Islam, sumber daya energi –minyak bumi dan gas- baik sektor hulu dan hilir dipandang sebagai barang kepemilikan umum. Dengan demikian tidak diperkenankan penguasaannya diberikan kepada individu atau kelompok tertentu.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan:Sesungguhnya kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api (energi) (HR.Abu Dawud)
Syariah Islam menetapkan bahwa segala barang yang menyangkut kebutuhan publik akan dikelola oleh negara dengan dasar sebesar-besarnya untuk kebutuhan rakyat. Dengan mendayagunakan potensi yang ada, maka sistem seperti ini akan dapat mengentaskan problem negeri yang ada. Pengelolaan sektor energi dengan syariah  ini tidak saja  penting tetapi merupakan kewajiban. Muttaqin mengatakan meski cadangan minyak nasional tidak sebesar cadangan minyak negeri-negeri Islam lainnya di Timur Tengah, maka pemerintah lebih mudah mengontrol industri migas untuk kepentingan nasional. Investasi migas memang mahal. Namun, Pemerintah jangan terjebak oleh pemahaman ekonomi kapitalis bahwa negara Dunia Ketiga miskin modal. Pemahaman ini hanya menggiring negara lemah seperti Indonesia untuk berutang ataupun mengundang investor asing dalam membangun industri migas, (Aspek Strategis Industri Migas Perspektif Syariah Islam, 2011).
Liberalisasi Migas Adalah Kebijakan yang Lahir dari Sekulerisme, bukan dari Islam. Dari asal muasal kelahirannya pun, Sekulerisme-Liberalisme sudah cacat, berlandaskan manfaat semata, menghalalkan segala macam cara untuk meraihnya dan hanya menguntungkan segelintir orang saja. Penindasan, kekerasan, baku hantam adalah hal yang biasa terjadi dalam kungkungan liberalisme untuk mencapai tujuannya. Untuk itu, sebagai kaum muslim yang mengaku beraqidah Islam dan taat terhadap hukum syara sebagai konsekuensi, maka kita haram untuk memeluk dan menerapkan aturan tersebut.
Pengelolaan sektor energi sesuai syariah dan juga segala aspek kehidupan lainnya hanya dapat diterapkan oleh negara yang juga berlandaskan akidah Islam yakni Khilafah. Negara yang demikianlah yang meyakini ketentuan-ketentuan syariah dalam mengatur dan mengelola kehidupan bernegara. Dengan Khilafah Islam yang menerapkan syariah secara kaffah, negeri ini akan dapat keluar dari segenap permasalahan yang tengah membelitnya.
Negara dalam hal ini sebagai pelaksana aturan dan memegang kewenangan penuh terhadap pengelolaan energi untuk rakyatnya akan menerapkan beberapa kebijakan energi yang harus diadopsi dengan memperhatikan realitas sebagai berikut:
·                     Karena energi adalah penting untuk industrialisasi, maka kebijakan energi Negara Khilafah harus dilihat dan dianalisis lebih dalam.
·                     Karena energi dibutuhkan untuk berbagai tugas, maka Negara Khilafah perlu membangun infrastruktur energi modern.
·                     Minyak dan gas bumi harus dialokasikan untuk pemakaian yang penting seperti bahan mentah untuk industri manufaktur, pertanian dan petrokimia, karena sampai saat ini tidak ada alternatif untuk bahan-bahan itu.
·                     Minyak dan gas bumi juga harus digunakan untuk transportasi dan penghasil energi karena teknologi saat ini, utamanya dijalankan dengan sumber energi itu. Meski alternatif lain harus tetap dicari. Ini akan membantu pemanfaatan yang berkelanjutan atas sumberdaya Negara Khilafah, yang memungkinkan fleksibilitas dalam penjualan minyak menghasilkan pendapatan, dan sebagai bantuan untuk membantu membawa negara-negara lain lebih dekat ke dalam pangkuan Islam.
Selain itu, hal yang paling mendasar adalah bahwa energi ini merupakan hak umum (public ownership), sehingga tidak boleh diprivatisasi. Sebaliknya, Negara Khilafah harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu, pengelolaan energi harus diintegrasikan dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.
Untuk memenuhi konsumsi kebutuhan domestik rakyatnya, Negara Khilafah bisa menempuh dua kebijakan:
·                     Pertama, mendistribusikan minyak, gas dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah serta melakukan pengembangan infrastruktur energi yang diperlukan untuk menjamin kebutuhannya dan memastikan agar energi tersebut tidak keluar dari negara dan jatuh ke tangan negara-negara penjajah.
·                     Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan termasuk terpenuhinya sandang, papan dan pangan. Negara Khilafah benar-benar akan bisa mengelola energinya secara mandiri dan tidak diintervensi oleh negara manapun. Jika itu terjadi, maka hasil dari pengelolaan energi itu bukan hanya akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya tetapi juga menjadi kekuatan bagi Negara.
Kedaultan energi dalam negara dengan di dasarkan pada perspektif syariah akan membawa pada kedaulatan energi nasional  yang membawa pada kesejahteraan rakyat. Kesadaran bahwa bumi Indonesia tersimpan kekayaan luar biasa yang menjadi incaran bangsa-bangsa penjajah. Menerapkan liberalisasi sektor migas sama saja dengan membuang potensi pendapatan negara dari harta milik umum dan menciptakan jurang ketimpangan yang semakin lebar. Sudah saatnya kebijakan politik industri migas memihak kepada rakyat sesuai dengan perspektif  syari‘ah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ukhuwah Fillah Abadan Abada Fil Jannah

Assalamualaikum.... My dearest friends, A I K O Entahlah bagaimana asal-usul terbentuk Aiko, yang jelas jika ingatanku tidak salah, Aiko corporation berdiri ketika matkul PTE Makro kali ya.. atau entahlah, cmiiw Ada yang masih belum tau arti Aiko? Wah parah..left group aja lu..wkwkwk Jadi,  Aiko  ini kata yang berasal dari bahasa Jepang,  あいこ(A - i - ko) ,  yang berarti tercinta ,  yang dicintai, tersayang.  Dalam huruf Kanji atau Chinese character, yaitu  愛 子 .  愛  berarti "cinta" dan  子  berarti "anak". Jika dalam huruf Hiragana, masing-masing dari suku kata A - i - ko memiliki makna juga gaes....  * あ(A)  berarti "Love" * い  (i )   berarti "Light" * こ  (ko)  berarti "Complete"  Wuhuuu jadi gaes, dengan kata lain,  we are the girl who complete Love and Light in this world.. haha Ukhuwah Fillah Till Jannah ya girls Semoga persaudaraan kita samp...

First Impressions : Descendants of The Sun

It’s finally here; the long-awaited and much-hyped drama  “Descendants of the Sun”  is off and running! SO MANY FEELINGS, SOMEBODY HOLD ME (preferably  Song Joong Ki ): I won’t lie. The biggest reason I started paying attention to “ Descendants of the Sun ” was because I heard that  Onew  was in it. What can I say? I’m all about anything with  SHINee . JUST LOOK AT HIS ADORABLE DUBU FACE: But after watching the  intense main trailer  and reading up on the buzz around Song Joong Ki ’s first post-military project, I was intrigued. Soldiers and doctors in a fictional disaster-torn country? A melodrama about finding love and humanity in the chaos of war? All signs pointed to this drama being pretty incredible, so I was anxious to see if it would live up to the hype. I think it’s still too early in the game to make a definitive call on this drama, but I’m enjoying it so far and I definitely plan to keep watching.  ...

Book Review : Seribu Musim Mengejar Bintang

Judul : 1000 Musim Mengejar Bintang Penulis : Charon Genre : Novel Romance Jumlah Halaman : 360 Halaman Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 2011 Cetakan Kedua, 2013 Gadis desa bernama Laura bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Niko di sekolahnya. Niko adalah seorang laki-laki populer, terkenal ramah dan kepintarannya. Laura jatuh cinta pada pandangan pertama, dan demi cintanya kepada Niko, Laura berusaha keras untuk dapat masuk satu kelas jurusan IPA dengan Niko. 1,5 tahun tidak terbuang sia-sia ketika dia mendapati bahwa akhirnya ia dapat satu kelas dengan Niko dan berteman dengannya. Akan tetapi, Erika—kekasih Niko waktu itu sangat mencemburui kedekatan antara Laura dan Niko. Sehingga, terjadilah sebuah kesalahpahaman yang membuat Niko membenci Laura dan mengatakan bahwa dia tidak ingin berteman lagi dengan Laura. Hati Laura merasakan sakit yang teramat sangat, meskipun sulit ia tetap berusaha mewujudkan sebuah mimpi seseorang...